PENGERTIAN KULTUR JARINGAN
Menurut
Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue
culture. Kultur
adalah budidaya dan jaringan
adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur
jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur
jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril.
MEDIA KULTUR JARINGAN
Media tanam adalah faktor penentu
dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang
digunakan bergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selainitu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.
Jenis dan komposisi
media sangat mempengaruhi besarnya daya tahan eksplan untuk hidup pada media
tersebut, sedangkan zat pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin endogen
yang terdapat pada eksplan berpengaruh terhadap besarnya penyerapan zat makanan
yang tersedia dalam media kultur sehingga eksplan dapat bertahan hidup lebih
lama.
Bila pertumbuhan eksplan baik maka
dapat meningkatkan daya tahan hidup eksplan. Media dalam kultur jaringan
tanaman umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: hara makro,
hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lainnya, gula, bahan
organik komplek, bahan pemadat (agar), dan zat pengatur tumbuh (hormon).
Beberapa formulasi media yang sudah
umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan antara lain adalah media White,
Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk &
Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media
MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro. Berikut penjelasan
dari masing-masing komposisi media tersebut :
1. Hara Makro
1. Hara Makro
Unsur
hara makro terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel
dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium
(Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk
mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Media
kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk
pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N
dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah
apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar
25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk
beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat
pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya mengandung
amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang
terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat
dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai
sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion amonium akan
digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan
untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.
Umumnya
media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi
20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3
mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan
jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.
2. Hara Mikro
Unsur
hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman
mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan
molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam
bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara
mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi
senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media
dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate”
besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal
(Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang
jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga
digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan
sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM,
Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.
3. Karbon dan Sumber Energi
Sumber
karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa. Glukosa
dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa,
dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan
fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa,
rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai
hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa
normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%. Karbohidrat harus tersedia
dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis tanaman yang diisolasi
dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan karbohidrat
sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media
kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah
yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media
disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa.
Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain maka proses
hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh
baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan media yang
sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan
sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.
4. Vitamin
Pada
beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin,
asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin,
dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan
faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur
sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam
media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang
diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih rendah.
5. Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya
Sumber
nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah asam
amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein
hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino
biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering
diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat
pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan
pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L,
arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering
ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel
dan meningkatkan pembentukan tunas.
6. Bahan
Organik Komplek
Arang
aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat
merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan
tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur
tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh
arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan
senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan
warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena
arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat
terikat oleh artang aktif.
IAA
dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif
dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif
mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam
kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya
sebanyak 0.5-3%.
7. Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan
Media
kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan
terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat
pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi;
(iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna
oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada
konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar
yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH
media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi
kepadatan agar yang terbentuk.
Kemurnian
agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar
yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan
hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan
terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan
cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol
dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan
pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan
tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC.
Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi
kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain
yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar
ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan
pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma
Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan
2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada
tidaknya kontaminan.
Gel
agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam
dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain
yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta
filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa
poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih
lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies
tanaman yang dikulturkan.
8. Zat Pengatur
Tumbuh
Terdapat
empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan
tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller
adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai
tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk
mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies
bahkan kultivar.
Sitokinin
yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi
pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler,
dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara
pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip
sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga
menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein
dan enzim pada jaringan tertentu. Menurut George dan Sherington (1984) ada media
dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain :
1.
Medium
dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman
terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang
tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2.
Medium
dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan
legume lain.
3.
Medium
dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar
dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4.
Medium
Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.
5.
Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk
kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6.
Medium
dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7.
Medium
dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8.
Medium
dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.
Berikut
ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu
diantaranya:
1. Media Murashige & Skoog (media
MS)
Media MS paling banyak digunakan
untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan komposisi media Skoog,
Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus
tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan
jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang
terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau
Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White.
Kalium juga ditingkatkan sampai 20
mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit.
Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain
berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba,
menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan
memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4
yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media
Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin &
Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan
1988) dalam penelitian kultur anther.
Modifikasi media MS yang lain dibuat
oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white
spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi
Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan
konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk
Bougainvillea glabra.
2.
Media
Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium
lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan
untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media
ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih
tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan
setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et
al, 1968).
3. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan
media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan
dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media
SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil
yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant
mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan
mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik,
19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi
karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media
SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
4.
Media WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan
oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi
ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih
tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk
perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
5. Media Nitsch & Nitsch
Menggunakan
NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman
artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan,
bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956
dalam Gunawan 1988).
6. Media Knop
Dapat
juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam
kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine,
cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983)
7. Media White
Dikembangkan
oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan
bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang
dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor
bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian.
Konsentrasi
NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi
masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
8. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media
ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun
dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat.
S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM
NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan
NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
9. Media B5(Gamborg)
Dalam
metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh
Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali
dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium
lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan
untuk kultur-kultur lain.
Media
ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan
sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi
sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus
tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+
antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium
dibandingkan media MS.
Meskipun
media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan sebagai
kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi
perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara
anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari
pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies
tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan
suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh
bagian tanaman.
EKSPLAN (BAHAN TANAM
)
Bahan eksplan
adalah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil atau dipisahkan dari
tanaman induk kemudian dikulturkan. Tanaman yang dijadikan sumber eksplan harus
dari tanaman yang sehat, tumbuh baik atau normal dan tentunya memiliki
sifat-sifat unggul. Adanya perubahan suhu, cahaya, musim serta kelembaban
terhadap induk sangat mempengaruhi keberhasilan perkembangan bahan eksplan.
Selain itu tanaman induk harus cukup unsur hara, lama penyinaran dan intensitas
cahaya serta hormon tumbuh atau dengan kata lain pertumbuhannya harus optimum.
Bagian tanaman
yang dapat dijadikan bahan eksplan adalah ujung akar (kaliptra), pucuk, daun,
bunga, buah muda dan tepung sari. Selain itu faktor yang dimiliki bahan eksplan
itu sendiri yaitu ukuran eksplan, umur fisiologis, sumber genotif dan
sterilitas eksplan menentukan berhasil atau tidaknya kulturisasi eksplan. Ukuran
eksplan yang kecil umumnya mempunyai daya tahan yang kurang baik dibandingkan
dengan eksplan yang ukurannya lebih besar. Ukuran eksplan yang baik adalah
antara 0,5 hingga 1 cm, kendatipun demikian, hal ini tidaklah mutlak pada semua
eksplan, melainkan tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis
tanamannya.
Umur fisiologis
eksplan terpengaruh terhadap kemampuannya untuk beregenerasi. Jaringan tanaman
yang masih muda dan bersifat meristematik (sel-selnya masih aktif membelah)
lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua. Oleh
karena itu bagian tanaman yang meristematik tingkat keberhasilan
pengkulturannya lebih tinggi apabila dijadikan sebagai bahan eksplan. Bagian
tanaman yang termasuk jaringan meristematik adalah pucuk apikal, pucuk lateral
dan pucuk aksial. Pucuk aksial adalan pucuk dari tunas atau cabang aksial yang
muncul pada ketiak daun, pucuk apikal adalah pucuk utama pada batang terminal
yang mengarah ke atas dan pucuk lateral adalah pucuk yang muncul pada percabangan.
Bahan eksplan
dapat diambil dari tanaman dewasa yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun atau
umbi bahkan bijinya. Bahan eksplan dari daun dipilih daun yang tidak terlalu
muda dan juga tidak terlalu tua. Pemotongan eksplan dilakukan dengan mengikutkan
ibu tulang daun karena pada bagian ini lebih cepat tumbuh menjadi kalus.
Apabila bahan
eskplan berasal dari umbi biasanya umbi ditumbuhkan terlebih dahulu tunasnya.
Bagian tunas yang tumbuh dari umbi tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan
eksplan, contohnya umbi batang tanaman kentang, umbi batang tanaman talas dan
umbi lapis bawang merah.
Biji dapat
dijadikan sebagai eksplan dan sebaiknya dipilih biji yang bersertifikat atau
dipetik langsung dari tanaman induknya yang sudah diketahui keunggulan fenotif
dan genotifnya. Bagian-bagian biji, seperti embrio atau kotiledon dapat
dijadikan sbagai bahan eksplan, misalnya pada tanaman jagung, kedelai, jarak,
paprika dan lain-lain. Biji juga dapat langsung ditanam atau dikecambahkan pada
media agar-agar, contohnya pada kasus biji anggrek yang tidak memiliki cadangan
makanan.
Pemilihan suatu
bagian tanaman sebagai bahan eksplan juga harus mempertimbangkan faktor
kemudahan bahan eksplan tersebut untuk beregenerasi dan kemungkinan tingkat
kontaminasinya.
Bagian tanaman
yang mengandung banyak persediaan makanan serta bahan-bahan lain untuk
pertumbuhan, seperti umbi lebih mudah untuk beregenerasi dibandingkan dengan
bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian tanaman yang
berasal dari akar yang tumbuh di dalam tanah tingkat kontaminasinya lebih
tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada di atas permukaan
tanah seperti pucuk atau daun serta biji. Tanaman yang cenderung bergetah juga
memiliki tingkat kontaminasi lebih tinggi daripada yang tidak memiliki getah.
1. MENYIAPKAN EKSPLAN
Dalam
menyiapkan bahan tanam, tanaman induk sebagai sumber bahan (eksplan) mruakan
faktor penentu dalam menghasilkan produk akhir (bibit) hail perbanyakan melalui
kultur jaringan yang berkualitas. Sedangkan sterilitas bahan tanam, sehingga
prosedur sterlisasi eksplan harus tepat anpa memaikan jaringan dari eksplan.
a. Menyiapkan bahan eksplan
Eksplan atau
bahan tanam adalah bagian kecil bagian kecil jaringan atau organ yang
diambil/dipisahkan dari tanaman nduk kemudian ikulturkan. Ketepatan dalam
menyiapkan eksplan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi
eksplan.
b. Deskripsi varetas tanaman sumber
bahan eksplan
Dalam upaya
menghasilkan tanaman induk yang sesuai dengan kriteria diatas dapat dilakukan
dengan cara mengkodisikan tanaman induk dalam lingkungan yang lebih terkendali,
misalnya dengan cara mencangkok tanaman induk, kemudian ditanam dalam po dan
dipelihara secara otimal didalam green house/net house.
c. Persyaratan bagian tanaman sebagai
bahan eksplan
Bagian tanana
yang dapat dijadikan sebagai eksplan adlah ujung akar, pucuk, daun, bunga, dan
tepung sari. Faktor yang dimiliki ekplan itu sendiri yaitu ukuran, umur
fisiologis, sumber genotip dan sterilitas ekplan yang akan menentukan berhasil
tidaknya pegkulturan eksplan.
Umur fisiologis
eksplan berpengaru terhadap kemampuanya untuk beregenerasi jaringan tanaman
yang masih muda yang meristematik (sel-selnya masil aktif membelah) lebih mudah
beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua, sehingga bagian
tanaman yang meristematik paling banyak berhasil bila dijadikan eksplan yang
termasuk jaringan meristem adlah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk
aksial.
d. Karakter bagian tanaman sebagian
bahan eksplan
Pemelihan
bagian tanaman sebagaibahan eksplan menentukan keberhasilan eksplan untuk
dikulturkan. Pada dasarnya setiap bagian tanaman yang dapat dijadikan sebagai
bahan ekspla, tetapi dalam memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan harus
mempertimbankan faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya.
Bagian tanaman
yang banyak mengandung persediaanmakanan serta bahan-bahan lain untuk
pertumbuhan, seperti umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding
denagn bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada diatas
permukaan tanah seperti pucuk atau daun.
2. Mensterilkan eksplan
Dari semua
komunikasi, kontaminasi dari bahan tanam/eksplan merupakan yang paling sulit
diatasi. Untuk itu dipelukan bahan sterilan yang tepat untukmenghasilkan
kontaminan dari eksplan.
Kontaminan
hidup dapat berupa cendawan, bakteri, seranga dan telurnya, tungau serta spora.
Bila kontaminan ini tidak dihiangkan, maka pada media yang mengandung gula,
vitamin dan minera, dalam waktu singkat seluruh botol terpenuhi oleh kontaminan
yang mineral, dalam waktu singkat seluruh botol terpenuhi oleh kontaminan
yangakhirnya mengakibatkan eksplan menjadi mati.
Sterilisai
eksplan dengan bahan strelisasi adalah sebatas membersihkan debu, cendawan,
bakteri dan kontaminan lain dari bagan permukaan eksplan atau disebut
desinfestasi.
a.
Memilih bahan strerilisasi
Dalam
melakukan sterilisasi eksplan, pemilihan metode sterilisasi harus selektif,
termasuk dalam hal ini adalah memilih memilih bahan sterilisasi yang tepat. Setiap bahan tanam mempuntai tingkat
kontaminan permukaan yang berbeda, tergantung dari:
a. Jenis tanaman
b. Bagian tanaman yang dipergunakan
c. Morfologi permukaan( misalnya : berbulu atau tidak)
d. Lingkungan tumbuh (green house atau lahan)
e. Musim waktu mengambil (musim hijau/kemarau)
f. Umur tanaman (seeding atau tanaman dewasa)
g. Kondisi tanaman (sakit atau sehat)
b. Mensterikan eksplan dengan cara
merendam bahan kimia
Pada
dasarnya semua jenis eksplan dapat disterisasi dengan menggunakan bahan kimia.
Hanya saja perlu diperhatikan kosentrasi larutan bahan kimia ynag digunakan
serta lamanya perendaman. Keras, lunaknya eksplan berpengaruh terhadap
penggunaan kosentrasi larutan dan lamanya perendaman. Eksplan yang lunak sebaiknya
menggunakan kosentrasi bahan kimia yang rendah dan waktu yang tidak terlalu
lama. Sebaiknya pada eksplan yang keras, dapat digunakan kosentrasi yang lebih
tinggi dan waktu perendaman yang lama. Prosedur
sterilasasi eksplan dengan memrendam dalam bahan kimia adalah eksplan dicuci
dengan fungisida, eksplan dicuci dengan aquadest steril eksplan direndam dala
larutan antiseptik, dan eksplan siap dinokulasi.
PENANAMAN DENGAN
SISTEM KULTUR JARINGAN
Beberapa hal yang perlu di lakukan sebelum melakukan
penaman dengan sistem kultur jaringan adalah :
a. Menyiapkan media tumbuh yang terdiri
atas campuran garam mineral berisi unsur makro dan mikro, asam amino, vitamin,
gula serta hormon tumbuhan dengan perbandingan tertentu.
b. Siapkan eksplan (jaringan yang akan
dikultur). Pada gambar terlihat eksplan berupa potongan dari akar tanaman
wortel.
c. Tanamkan eksplan pada media yang telah
disiapkan.
d. Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas)
maka dipindahkan ke media tanah untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
- Pembuatan media.
- Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
- Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
- Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
- Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur.
- Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
AKLIMATISASI
Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan
secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi
produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini
sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik
kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang
ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil
kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka
waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal
dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di
Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil
yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih
cepat .
PERAWATAN/PEMELIHARAAN HASIL
KULTUR JARINGAN
Perawatan atau pemeliharaan hasil kultur jaringan pada
tanaman anggrek,adalah sebagai berikut :
1. Bibit
Botolan
Bibit
dalam botol merupakan hasil perbanyakan dari persilangan atau kultur jaringan.
Yang berasal dari persilangan akan menghasilkan anggrek yang agak berbeda
dengan kedua induknya. Dibotol biasanya dicantumkan nama kedua induk anggrek.
Sedangkan hasil kultur jaringan dipastikan mempunyai tipe dan corak yang persis
sama dengan induk. Cirinya, dibotol dicantumkan nama asli tanaman.
Penganggrek
Taiwan kebanyakan menggunakan botol besar dan berdiri; penganggrek ditanah air
memakai botol berukuran kecil dan diletakkan dalam posisi datar. Dari sejak
memasukkan biji atau planlet hingga bibit botol siap jual membutuhkan waktu 9
bulan.
2. Lokasi
Pemeliharaan
Tempat
untuk merawat bibit yang baru dikeluarkan dari botolan harus terlindung dari
terik matahari alias teduh, misal di teras. Untuk skala usaha, disyaratkan
membuat rumah plastik sederhana. Lengkapi dengan rak, jaring net 65-75%, kasa
untuk dinding dan blower untuk daerah panas. Itu semua untuk menyesuikan
tanaman dengan habitat aslinya.
3. Pemeliharaan
Dua
minggu pertama tanaman hanya disiram air setiap 3 hari, setelah sehat, ditandai
munculnya akar baru, bibit diberikan pupuk dosis rendah yakni 1/8 dari dosis
anjuran (1 g/l air) atau sama dengan 0,125 g/l air. Berikan setiap 3 hari.
Contoh pupuk yang digunakan: Hyponex, Gandasil dan Vitabloom. Pilih dengan
kandungan N tinggi dibanding P dan K, missal 30:15:15. Untuk mencegah hama dan
penyakit disemprotkan fungisida, juga dosis rendah dengan frekuensi sekali
seminggu.
4. Repotting
Pada
umur 3 bulan sosok tanaman sudah besar, anggrek bulan memiliki 4-5 lembar daun.
Pot 1 inci tidak muat lagi. Itulah saat melakukan penggantian pot. Siapkan pot
2,5 inci, stryrofoam moss, cacahan pakis atau sabut kelapa. Media-media itu
harus dibersihkan agar tak ada hama penyakit yang bersemayam di dalamnya. Pot 2,5 inci diisi dengan alas dari
Styrofoam atau pakis Diatasnya dimasukkan media tanam, untuk bulan memakai
spaghunm 1-2 cm, untuk dendro tambahkan pakis dengan tidak melepas sabut
kelapa.
Tanaman
yang mau dipindahkan dicabut dari pot. Bungkus medianya dengan media baru.
Masukkan dalam pot. Tambahkan media hingga padat. Bila kurang padat, posisi
tanaman sering berubah. Untuk
bulan masukkan ke dalam tray. Bila tak ada tray, irisan bambu dapat dipakai
sebagai penahan tanaman agar tidak tergulung. Tatalah
tanaman dengan daun mengarah utara-selatan. Bila diletakkan serampangan, kelak
tangkai bunga bengkok.
5. Tanaman
Remaja
Yang
dimaksud tanaman remaja adalah berumur 3 s/d 6 bulan. Perawatan tanaman itu
sama seperti ketika tanaman baru dipotkan dari botolan. Penyiraman tetap
dibarengi pemupukan, bahkan penyemprotan pestisida. Hanya saja dosis pupuk
ditingkatkan menjadi ¼ dari dosis anjuran atau 0,250 g/l air. Penyiraman juga
dilakukan setiap 3 hari, tergantung kondisi cuaca. Jenis pupuk yang digunakan
Hyponix, Gandasil, Vitabloom atau pupuk dari negara asal. Pakai pupuk majemuk
dengan perbandingan 30:15:15.
6. Pencegahan
Hama dan Penyakit
Penyakit
dicegah dengan melakukan penyemprotan obat-obatan setiap minggu. Untuk mencegah
jamur gunakkan fungisida. Fungisida yang digunakan diantaranya Antracol,
Dithane dan Benlate dosis 2 mm/l air. Semprotkan langsung keseluruh tanaman.
Penyemprotan dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan.
Bila
tanaman terlanjur terserang bakteri busuk daun alias erwinia, segera isolasi
agar tak menyebar ke tanaman. Gejala tanaman terserang ialah daun melepuh
seperti habis tersiram air panas. Untuk mengatasi gunting bagian yang
terserang. Buat salep dari fungisida Pysan 20 yang diberi beberapa tetes air.
Salep itu kemudian dioleskan pada bekas luka. Setelah 1-2 bulan dibawah luka
tumbuh tunas baru sebagai pengganti batang yang dipotong.
7. Pembungaan
Tiga
bulan kemudian atau berumur sekitar 6 bulan siap dibungakan. Namun sebelumnya ganti
dulu pot agar tanaman tidak tampak sesak. Ganti dengan pot berukuran lebih
besar.
Untuk
bulan warna pot tetap memakai yang putih. Cara penggantian pot sama dengan
sebelumnya. Isi dasar pot dengan Styrofoam atau zeolit. Tambahkan sedikit
spaghnum moss. Cabut tanaman yang akan dipindahkan. Bungkus medianya dengan
media baru. Sebaiknya menggunakan media berserat panjang karena tahan sampai 1
tahun.
Pupuk
yang diberikan ditambah dosisnya menjadi ½ dari dosis anjuran atau 0,5g/1liter
air. Ganti pupuk dengan perbandingan N:P:K seimbang, yaitu 15:15:15. Tambahkan
KNO3 sebagai selingan. Frekwensi pemberian pupuk 3 hari sekali. Pada kondisi
hujan terus-menerus frekuensi penyiraman dikurangi hanya sekali seminggu.
Namun,
frekuensi penyemprotan pestisida tetap sama, diberikan secara bergantian. Selama masa pertumbuhan, seringkali
akar keluar dari pot. Itu tanda media kurang padat atau pot sudah berlumut.
Akar yang keluar dimasukkan secara hati-hati sehingga tidak patah. Tambahkan
media sehingga padat.
Bila
karena pot kotor, segera ganti dengan pot bersih. Pot kotor segera dibersihkan
dengan detergen. Pada
bulan ke 3-4, tanaman remaja itu bisa dirangsang berbunga. Ubah komposisi pupuk
N:P:K menjadi 15:30:30. Berikan ketanaman dengan dosis sesuai anjuran.
Frekuensi pemberian 3 hari sekali. Pupuk lambat urai bisa pula diberikan.
Untuk
anggrek bulan satu bulan kemudian tunas bunga mulai muncul dari batang. Pasang
besi kecil untuk mengarahkan bunga tumbuh tegak. Jepit tangkai bunga kebesi
itu. Pada bulan ke-3, bunga sudah mekar. Keindahannya bisa dinikmati 2-3 bulan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar