Sabtu, 03 Mei 2014

KULTUR JARINGAN



PENGERTIAN KULTUR JARINGAN

Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.



MEDIA KULTUR JARINGAN

Media tanam adalah faktor penentu dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan bergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selainitu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, bergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.  
Jenis dan komposisi media sangat mempengaruhi besarnya daya tahan eksplan untuk hidup pada media tersebut, sedangkan zat pengatur tumbuh Auksin dan Sitokinin endogen yang terdapat pada eksplan berpengaruh terhadap besarnya penyerapan zat makanan yang tersedia dalam media kultur sehingga eksplan dapat bertahan hidup lebih lama.
Bila pertumbuhan eksplan baik maka dapat meningkatkan daya tahan hidup eksplan. Media dalam kultur jaringan tanaman umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino atau suplemen nitrogen lainnya, gula, bahan organik komplek, bahan pemadat (agar), dan zat pengatur tumbuh (hormon).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret, Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media MS, SH dan B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro. Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :
     1. Hara Makro
Unsur hara makro terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat dalam media pada konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen digunakan bersama dalam media maka ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi 20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM. Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi dari hara yang lain.

2. Hara Mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo). Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam bentuk yang ter ”chelate”. Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men ”chelate” besi dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 µM, Fe dan Mo 1 µM, I 5µM, Zn 5-30 µM, Mn 20-90 µM, dan B 25-100 µM.

3. Karbon dan Sumber Energi
Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa. Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa, dimana glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa. Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati, tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%. Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain maka proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan media yang sukrosanya disterilisasi dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan fruktosa.

4. Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin, asam folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam p-aminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan tanaman. Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang tumbuh masih rendah.

5.  Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya
Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah asam amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein hidrolisat umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM, asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan meningkatkan pembentukan tunas.

6. Bahan Organik Komplek
Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan. Pada kultur beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut: penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang aktif.
IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat senyawa fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur. Konswentrasi aArang aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.

7.  Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan
Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif (0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.
Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.35-0.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.
Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat digunakan untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari spesies tanaman yang dikulturkan.
8. Zat Pengatur Tumbuh
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus, spesies bahkan kultivar.
Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu. Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain :
1.    Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2.    Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.
3.    Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4.    Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.
5.     Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6.    Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7.    Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8.    Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.
Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:
1.  Media Murashige & Skoog (media MS)
Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White.
Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.
Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra.

2.    Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).

3. Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

4. Media WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.

5. Media Nitsch & Nitsch
Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan 1988).



6. Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts, 1983)

7. Media White
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.

8. Media Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. S Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

9. Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.
Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi perbanyakan tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.





EKSPLAN (BAHAN TANAM )

Bahan eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang diambil atau dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan. Tanaman yang dijadikan sumber eksplan harus dari tanaman yang sehat, tumbuh baik atau normal dan tentunya memiliki sifat-sifat unggul. Adanya perubahan suhu, cahaya, musim serta kelembaban terhadap induk sangat mempengaruhi keberhasilan perkembangan bahan eksplan. Selain itu tanaman induk harus cukup unsur hara, lama penyinaran dan intensitas cahaya serta hormon tumbuh atau dengan kata lain pertumbuhannya harus optimum.
Bagian tanaman yang dapat dijadikan bahan eksplan adalah ujung akar (kaliptra), pucuk, daun, bunga, buah muda dan tepung sari. Selain itu faktor yang dimiliki bahan eksplan itu sendiri yaitu ukuran eksplan, umur fisiologis, sumber genotif dan sterilitas eksplan menentukan berhasil atau tidaknya kulturisasi eksplan. Ukuran eksplan yang kecil umumnya mempunyai daya tahan yang kurang baik dibandingkan dengan eksplan yang ukurannya lebih besar. Ukuran eksplan yang baik adalah antara 0,5 hingga 1 cm, kendatipun demikian, hal ini tidaklah mutlak pada semua eksplan, melainkan tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanamannya.
Umur fisiologis eksplan terpengaruh terhadap kemampuannya untuk beregenerasi. Jaringan tanaman yang masih muda dan bersifat meristematik (sel-selnya masih aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua. Oleh karena itu bagian tanaman yang meristematik tingkat keberhasilan pengkulturannya lebih tinggi apabila dijadikan sebagai bahan eksplan. Bagian tanaman yang termasuk jaringan meristematik adalah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk aksial. Pucuk aksial adalan pucuk dari tunas atau cabang aksial yang muncul pada ketiak daun, pucuk apikal adalah pucuk utama pada batang terminal yang mengarah ke atas dan pucuk lateral adalah pucuk yang muncul pada percabangan.
Bahan eksplan dapat diambil dari tanaman dewasa yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun atau umbi bahkan bijinya. Bahan eksplan dari daun dipilih daun yang tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Pemotongan eksplan dilakukan dengan mengikutkan ibu tulang daun karena pada bagian ini lebih cepat tumbuh menjadi kalus.
Apabila bahan eskplan berasal dari umbi biasanya umbi ditumbuhkan terlebih dahulu tunasnya. Bagian tunas yang tumbuh dari umbi tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan eksplan, contohnya umbi batang tanaman kentang, umbi batang tanaman talas dan umbi lapis bawang merah.
Biji dapat dijadikan sebagai eksplan dan sebaiknya dipilih biji yang bersertifikat atau dipetik langsung dari tanaman induknya yang sudah diketahui keunggulan fenotif dan genotifnya. Bagian-bagian biji, seperti embrio atau kotiledon dapat dijadikan sbagai bahan eksplan, misalnya pada tanaman jagung, kedelai, jarak, paprika dan lain-lain. Biji juga dapat langsung ditanam atau dikecambahkan pada media agar-agar, contohnya pada kasus biji anggrek yang tidak memiliki cadangan makanan.
Pemilihan suatu bagian tanaman sebagai bahan eksplan juga harus mempertimbangkan faktor kemudahan bahan eksplan tersebut untuk beregenerasi dan kemungkinan tingkat kontaminasinya.
Bagian tanaman yang mengandung banyak persediaan makanan serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan, seperti umbi lebih mudah untuk beregenerasi dibandingkan dengan bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian tanaman yang berasal dari akar yang tumbuh di dalam tanah tingkat kontaminasinya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada di atas permukaan tanah seperti pucuk atau daun serta biji. Tanaman yang cenderung bergetah juga memiliki tingkat kontaminasi lebih tinggi daripada yang tidak memiliki getah.
1.  MENYIAPKAN EKSPLAN
Dalam menyiapkan bahan tanam, tanaman induk sebagai sumber bahan (eksplan) mruakan faktor penentu dalam menghasilkan produk akhir (bibit) hail perbanyakan melalui kultur jaringan yang berkualitas. Sedangkan sterilitas bahan tanam, sehingga prosedur sterlisasi eksplan harus tepat anpa memaikan jaringan dari eksplan.
a.  Menyiapkan bahan eksplan
Eksplan atau bahan tanam adalah bagian kecil bagian kecil jaringan atau organ yang diambil/dipisahkan dari tanaman nduk kemudian ikulturkan. Ketepatan dalam menyiapkan eksplan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi eksplan.

b.  Deskripsi varetas tanaman sumber bahan eksplan
Dalam upaya menghasilkan tanaman induk yang sesuai dengan kriteria diatas dapat dilakukan dengan cara mengkodisikan tanaman induk dalam lingkungan yang lebih terkendali, misalnya dengan cara mencangkok tanaman induk, kemudian ditanam dalam po dan dipelihara secara otimal didalam green house/net house.

c.   Persyaratan bagian tanaman sebagai bahan eksplan
Bagian tanana yang dapat dijadikan sebagai eksplan adlah ujung akar, pucuk, daun, bunga, dan tepung sari. Faktor yang dimiliki ekplan itu sendiri yaitu ukuran, umur fisiologis, sumber genotip dan sterilitas ekplan yang akan menentukan berhasil tidaknya pegkulturan eksplan.
Umur fisiologis eksplan berpengaru terhadap kemampuanya untuk beregenerasi jaringan tanaman yang masih muda yang meristematik (sel-selnya masil aktif membelah) lebih mudah beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang sudah tua, sehingga bagian tanaman yang meristematik paling banyak berhasil bila dijadikan eksplan yang termasuk  jaringan meristem adlah pucuk apikal, pucuk lateral dan pucuk aksial.

d.  Karakter bagian tanaman sebagian bahan eksplan
Pemelihan bagian tanaman sebagaibahan eksplan menentukan keberhasilan eksplan untuk dikulturkan. Pada dasarnya setiap bagian tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan ekspla, tetapi dalam memilih bagian tanaman yang akan dikulturkan harus mempertimbankan faktor kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasinya.
Bagian tanaman yang banyak mengandung persediaanmakanan serta bahan-bahan lain untuk pertumbuhan, seperti  umbi adalah lebih mudah untuk beregenerasi dibanding denagn bagian tanaman yang kurang mengandung bahan makanan. Bagian yang berasal lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah seperti pucuk atau daun.
2.  Mensterilkan eksplan
Dari semua komunikasi, kontaminasi dari bahan tanam/eksplan merupakan yang paling sulit diatasi. Untuk itu dipelukan bahan sterilan yang tepat untukmenghasilkan kontaminan dari eksplan.
Kontaminan hidup dapat berupa cendawan, bakteri, seranga dan telurnya, tungau serta spora. Bila kontaminan ini tidak dihiangkan, maka pada media yang mengandung gula, vitamin dan minera, dalam waktu singkat seluruh botol terpenuhi oleh kontaminan yang mineral, dalam waktu singkat seluruh botol terpenuhi oleh kontaminan yangakhirnya mengakibatkan eksplan menjadi mati.
Sterilisai eksplan dengan bahan strelisasi adalah sebatas membersihkan debu, cendawan, bakteri dan kontaminan lain dari bagan permukaan eksplan atau disebut desinfestasi.

     a.     Memilih bahan strerilisasi
Dalam melakukan sterilisasi eksplan, pemilihan metode sterilisasi harus selektif, termasuk dalam hal ini adalah memilih memilih bahan sterilisasi yang tepat. Setiap bahan tanam mempuntai tingkat kontaminan permukaan yang berbeda, tergantung dari:
a. Jenis tanaman
b. Bagian tanaman yang dipergunakan
c. Morfologi permukaan( misalnya : berbulu atau tidak)
d. Lingkungan tumbuh (green house atau lahan)
e. Musim waktu mengambil (musim hijau/kemarau)
f. Umur tanaman (seeding atau tanaman dewasa)
g. Kondisi tanaman (sakit atau sehat)

     b.    Mensterikan eksplan dengan cara merendam bahan kimia
Pada dasarnya semua jenis eksplan dapat disterisasi dengan menggunakan bahan kimia. Hanya saja perlu diperhatikan kosentrasi larutan bahan kimia ynag digunakan serta lamanya perendaman. Keras, lunaknya eksplan berpengaruh terhadap penggunaan kosentrasi larutan dan lamanya perendaman. Eksplan yang lunak sebaiknya menggunakan kosentrasi bahan kimia yang rendah dan waktu yang tidak terlalu lama. Sebaiknya pada eksplan yang keras, dapat digunakan kosentrasi yang lebih tinggi dan waktu perendaman yang lama. Prosedur sterilasasi eksplan dengan memrendam dalam bahan kimia adalah eksplan dicuci dengan fungisida, eksplan dicuci dengan aquadest steril eksplan direndam dala larutan antiseptik, dan eksplan siap dinokulasi.






PENANAMAN DENGAN SISTEM KULTUR JARINGAN


Beberapa hal yang perlu di lakukan sebelum melakukan penaman dengan sistem kultur jaringan adalah :
    a.     Menyiapkan media tumbuh yang terdiri atas campuran garam mineral berisi unsur makro dan mikro, asam amino, vitamin, gula serta hormon tumbuhan dengan perbandingan tertentu.
    b.     Siapkan eksplan (jaringan yang akan dikultur). Pada gambar terlihat eksplan berupa potongan dari akar tanaman wortel.
    c.       Tanamkan eksplan pada media yang telah disiapkan.
    d.      Setelah terbentuk calon tumbuhan (akar, tunas) maka dipindahkan ke media tanah untuk tumbuh menjadi tanaman dewasa.

Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
  1. Pembuatan media.
  2. Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
  3. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
  4. Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
  5. Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur.
  6. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.





AKLIMATISASI

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih cepat .








PERAWATAN/PEMELIHARAAN HASIL KULTUR JARINGAN


Perawatan atau pemeliharaan hasil kultur jaringan pada tanaman anggrek,adalah sebagai berikut :
     1.    Bibit Botolan
Bibit dalam botol merupakan hasil perbanyakan dari persilangan atau kultur jaringan. Yang berasal dari persilangan akan menghasilkan anggrek yang agak berbeda dengan kedua induknya. Dibotol biasanya dicantumkan nama kedua induk anggrek. Sedangkan hasil kultur jaringan dipastikan mempunyai tipe dan corak yang persis sama dengan induk. Cirinya, dibotol dicantumkan nama asli tanaman.
Penganggrek Taiwan kebanyakan menggunakan botol besar dan berdiri; penganggrek ditanah air memakai botol berukuran kecil dan diletakkan dalam posisi datar. Dari sejak memasukkan biji atau planlet hingga bibit botol siap jual membutuhkan waktu 9 bulan.

       2.    Lokasi Pemeliharaan
Tempat untuk merawat bibit yang baru dikeluarkan dari botolan harus terlindung dari terik matahari alias teduh, misal di teras. Untuk skala usaha, disyaratkan membuat rumah plastik sederhana. Lengkapi dengan rak, jaring net 65-75%, kasa untuk dinding dan blower untuk daerah panas. Itu semua untuk menyesuikan tanaman dengan habitat aslinya.

     3.    Pemeliharaan
Dua minggu pertama tanaman hanya disiram air setiap 3 hari, setelah sehat, ditandai munculnya akar baru, bibit diberikan pupuk dosis rendah yakni 1/8 dari dosis anjuran (1 g/l air) atau sama dengan 0,125 g/l air. Berikan setiap 3 hari. Contoh pupuk yang digunakan: Hyponex, Gandasil dan Vitabloom. Pilih dengan kandungan N tinggi dibanding P dan K, missal 30:15:15. Untuk mencegah hama dan penyakit disemprotkan fungisida, juga dosis rendah dengan frekuensi sekali seminggu.

    4.    Repotting
Pada umur 3 bulan sosok tanaman sudah besar, anggrek bulan memiliki 4-5 lembar daun. Pot 1 inci tidak muat lagi. Itulah saat melakukan penggantian pot. Siapkan pot 2,5 inci, stryrofoam moss, cacahan pakis atau sabut kelapa. Media-media itu harus dibersihkan agar tak ada hama penyakit yang bersemayam di dalamnya. Pot 2,5 inci diisi dengan alas dari Styrofoam atau pakis Diatasnya dimasukkan media tanam, untuk bulan memakai spaghunm 1-2 cm, untuk dendro tambahkan pakis dengan tidak melepas sabut kelapa.
Tanaman yang mau dipindahkan dicabut dari pot. Bungkus medianya dengan media baru. Masukkan dalam pot. Tambahkan media hingga padat. Bila kurang padat, posisi tanaman sering berubah. Untuk bulan masukkan ke dalam tray. Bila tak ada tray, irisan bambu dapat dipakai sebagai penahan tanaman agar tidak tergulung. Tatalah tanaman dengan daun mengarah utara-selatan. Bila diletakkan serampangan, kelak tangkai bunga bengkok.

     5.    Tanaman Remaja
Yang dimaksud tanaman remaja adalah berumur 3 s/d 6 bulan. Perawatan tanaman itu sama seperti ketika tanaman baru dipotkan dari botolan. Penyiraman tetap dibarengi pemupukan, bahkan penyemprotan pestisida. Hanya saja dosis pupuk ditingkatkan menjadi ¼ dari dosis anjuran atau 0,250 g/l air. Penyiraman juga dilakukan setiap 3 hari, tergantung kondisi cuaca. Jenis pupuk yang digunakan Hyponix, Gandasil, Vitabloom atau pupuk dari negara asal. Pakai pupuk majemuk dengan perbandingan 30:15:15.

     6.    Pencegahan Hama dan Penyakit
Penyakit dicegah dengan melakukan penyemprotan obat-obatan setiap minggu. Untuk mencegah jamur gunakkan fungisida. Fungisida yang digunakan diantaranya Antracol, Dithane dan Benlate dosis 2 mm/l air. Semprotkan langsung keseluruh tanaman. Penyemprotan dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan.
Bila tanaman terlanjur terserang bakteri busuk daun alias erwinia, segera isolasi agar tak menyebar ke tanaman. Gejala tanaman terserang ialah daun melepuh seperti habis tersiram air panas. Untuk mengatasi gunting bagian yang terserang. Buat salep dari fungisida Pysan 20 yang diberi beberapa tetes air. Salep itu kemudian dioleskan pada bekas luka. Setelah 1-2 bulan dibawah luka tumbuh tunas baru sebagai pengganti batang yang dipotong.

    7.    Pembungaan
Tiga bulan kemudian atau berumur sekitar 6 bulan siap dibungakan. Namun sebelumnya ganti dulu pot agar tanaman tidak tampak sesak. Ganti dengan pot berukuran lebih besar.
Untuk bulan warna pot tetap memakai yang putih. Cara penggantian pot sama dengan sebelumnya. Isi dasar pot dengan Styrofoam atau zeolit. Tambahkan sedikit spaghnum moss. Cabut tanaman yang akan dipindahkan. Bungkus medianya dengan media baru. Sebaiknya menggunakan media berserat panjang karena tahan sampai 1 tahun.
Pupuk yang diberikan ditambah dosisnya menjadi ½ dari dosis anjuran atau 0,5g/1liter air. Ganti pupuk dengan perbandingan N:P:K seimbang, yaitu 15:15:15. Tambahkan KNO3 sebagai selingan. Frekwensi pemberian pupuk 3 hari sekali. Pada kondisi hujan terus-menerus frekuensi penyiraman dikurangi hanya sekali seminggu.
Namun, frekuensi penyemprotan pestisida tetap sama, diberikan secara bergantian. Selama masa pertumbuhan, seringkali akar keluar dari pot. Itu tanda media kurang padat atau pot sudah berlumut. Akar yang keluar dimasukkan secara hati-hati sehingga tidak patah. Tambahkan media sehingga padat.
Bila karena pot kotor, segera ganti dengan pot bersih. Pot kotor segera dibersihkan dengan detergen. Pada bulan ke 3-4, tanaman remaja itu bisa dirangsang berbunga. Ubah komposisi pupuk N:P:K menjadi 15:30:30. Berikan ketanaman dengan dosis sesuai anjuran. Frekuensi pemberian 3 hari sekali. Pupuk lambat urai bisa pula diberikan.
Untuk anggrek bulan satu bulan kemudian tunas bunga mulai muncul dari batang. Pasang besi kecil untuk mengarahkan bunga tumbuh tegak. Jepit tangkai bunga kebesi itu. Pada bulan ke-3, bunga sudah mekar. Keindahannya bisa dinikmati 2-3 bulan.




DAFTAR PUSTAKA